Inilah gestur 2 paslon Nakhoda-Wakil Nakhoda Kapal Besar Sulawesi Selatan 2024, Andi Sudirman Sulaeman-Fatmawati Rusdi Masse dan Mohammad Ramadhan Pomanto-Azhar-Arsyad. (Foto: Dok. Istimewa).
Oleh: Abdul Muin L.O.*)

Artikel:
Indonesian-times.com, MAKASSAR – Suksesi kepemimpinan ibarat memilih nakhoda kapal untuk menjadi pemimpin berlayar mengarungi samudera, menuju ke pantai harapan.
Pemilihan nakhoda untuk memimpin sebuah kapal, istilah normatifnya pemilihan kepala daeràh (pilkada). Untuk tingkat provinsi disebut pilkada gubernur atau pemilihan gubernur-wakil gubernur (pilgub-wagub). Identik dengan semua provinsi di Indonesia yang melaksanakan pilkada.
Suksesi kepemimpinan di daeràh ini diibaratkan memilih Nakhoda Kapal Besar Sulawesi Selatan (Sulsèl). Dalam pilkada serentak ini di Sulsel diketahui telah ditetapkan hanya 2 (dua) pasangan calon (paslon) yang bakal dipilih masyarakat. Lazim disebut head to head.
Kedua paslon tersebut, Mohammad Ramadhan Pomanto (Dany Pomanto) berpasangan dengan Azhar Arsyad sebagai paslon nomor urut 1. Kemudian, Andi Sudirman Sulaeman berpaket dengan Fatmawati Rusdi Masse sebagai paslon nomor urut 2.
Siapa yang bakal terpilih menakhodai Kapal Besar Sulawesi Selatan tahun 2024 ini? Jawabannya, ditentukan masyarakat pemilih, 27 November 2024 mendatang.
Artikel ini bukan untuk mengupas tentang peluang keďua paslon itu, dan bukan pula untuk memprediksi kekuatan kedua pasangan cagub-cawagub tersebut. Penulis sebagai satu dari sekian pemilih di Sulsel ingin bersuara ‘ringan’ tentang sisi lain perhelatan akbar pesta demokrasi ini. Boleh kan?
Siapa pun yang bergaris tangan terpilih menjadi Nakhoda Kapal Besar Sulawesi Selatan, itu berarti ia berhak menduduki kursi nakhoda dan wakil nakhoda dengan segala fasilitas dan konsekuensinya.
Nakhoda dan wakil nakhoda dibebani amanah dan tanggungjawab yang tidak ringan. Mereka bertanggungjawab kepada penumpang kapal yang memilihnya, yang notabene sebagai pemegang kedaulatan di negeri ini.
Tak hanya itu, yang paling azasi nakhoda terpilih bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Berkehendak dan pemberi anugerah. Sebab, siap atau tidak siap hari pembalasan akan tiba saatnya untuk mempertanggungjawabkan setiap jejak langkah manusia. Termasuk, jejak langkah seorang nakhoda.
Nakhoda-wakil nakhoda bertanggungjawab menentukan arah kapal, peduli kepentingan penumpang kapal dan menjaga keselamatan pelayaran yang bakal ditempuh selama 5 tahun ke depan.
Nakhoda terpilih tidak diharapkan sekedar euforia dan terlena menikmati ‘kursi empuk’ nakhoda. Nakhoda tak dinantikan jadi ‘raja’ otoriter dengan managemen sapu lidi. Masyarakat juga tidak respek dengan nakhoda yang angkuh dan beraroma arogansi.
Yang didambakan, nakhoda yang tak lupa diri terhadap janji-janji manis yang telah disampaikan kepada para penumpang kapal ketika mereka berharap dipilih sebagai nakhoda.
Meski regulasinya, nakhoda memang diberi wewenang sebagai dececion maker, namun leadership-nya lebih bijak bila berpola managemen tranparansi yang demokratis.
Para staf dan perpanjangan tangannya diberi wewenang secara proporsional. Tidak melakukan intervensi berlebihan di luar kewenangannya sebagai nakhoda.
Boleh jadi sebagian penumpang sudah merasa terhibur dengan janji-janji yang enak dan menyenangkan. Sebagian penumpang lagi tak peduli menagih janji ataukah mereka ‘takut’ menagih janji.
Mungkin saja ada penumpang sudah puas dengan jargon, visi-misi, konsep yang kedengaran mapan. Namun, belum pasti identik dengan kenyataannya.
Evaluasi pembuktian janji-janji dan konsep yang telah digelorakan bukan di tataran lipstic belaka alias di mulut saja. Bukan pula dipermak dengan istilah tren yang menjanjikan, ataukah disuguhkan dengan bahasa sastrawi yang menyandera adrenalin khalayak.
Adalah nakhoda yang bijak kelak ketika konsep dan visi-misi nantinya terbukti diterapkan secara nyata, meski tanpa ditagih. Penumpang kapal merasakan dan menikmati pembuktian riil janji-janji yang telah diucapkan. Penumpang kapal menanti kehadiran, uluran tangan dan tangan dingin nakhoda terpilih untuk peduli penumpang.
Akankah nakhoda terpilih yang bakal menakhodai Kapal Besar Sulawesi Selatan kelak, piawai menentukam arah yang benar? Akankah nakhoda terpilih siap dan mampu memenuhi harapan penumpang? Akankah nakhoda terpilih konsen menyelamatkan kapal selama berlayar 5 tahun ke depan?
Serentetan pertanyaan serupa tapi tak sama patut dilontarkan. Namun, kata orang bijak, pemimpin itu bukan penguasa tapi pelayan masyarakat. Pemimpin itu bukan ‘pengusaha’ tapi pengayom dan pelindung masyarakat.
Benarkah? Selamat berpesta demokrasi memilih Nakhoda Kapal Besar Sulawesi Selatan masa bakti 2024-2029. Penumpang suka pesta yang ramai, luber, tertib, akrab, sukses, aman dan damai.
Bukan pesta ‘heboh’ dengan trik-trik tak terpuji, yang menghalalkan segala cara dan berujung gontok-gontokan. Makassar milik kita bersama, Sulawesi Selatan milik kita semua dan Indonesia negeri kita bersama. (*).
*) Penulis: Abdul Muin L.O.
Pemimpin Redaksi Indonsian-times.com
Informasi: Artikel ini juga tayang di Nuansabaru.id, media grup network Indonesian-times.com.